Mengenal Apa dan Bagaimana Pyramid of Quiet Quitting
Mengenal Pyramid of Quiet Quitting: Faktor yang Memicu Fenomena Berhenti Bekerja Diam-Diam
“Ketika karyawan merasa didengar, dihargai, dan diakui, mereka tidak hanya bekerja untuk gaji, tetapi juga berkontribusi untuk visi.” — Bahari Antono
Fenomena quiet quitting atau berhenti bekerja secara diam-diam telah menjadi perhatian serius bagi banyak praktisi Human Resources (HR) dan Human Capital (HC) di Indonesia. Quiet quitting bukan berarti karyawan benar-benar berhenti bekerja atau keluar dari perusahaan, tetapi lebih pada sikap mental di mana mereka hanya melakukan pekerjaan yang diwajibkan, tanpa inisiatif lebih atau keterlibatan mendalam. Kondisi ini dapat menghambat produktivitas perusahaan dan membahayakan perkembangan organisasi dalam jangka panjang.
Pyramid of Quiet Quitting merupakan model yang menunjukkan lapisan-lapisan penyebab yang memicu perilaku quiet quitting. Setiap lapisan mengungkapkan faktor-faktor yang berkaitan dengan motivasi, keterlibatan, dan komitmen karyawan. Mari kita telusuri lebih dalam faktor-faktor kunci yang membentuk Pyramid of Quiet Quitting dan bagaimana perusahaan dapat mengatasi masing-masing faktor ini.
1. Lack of Trust (Kurangnya Kepercayaan)
Kepercayaan adalah pondasi utama dalam hubungan profesional. Ketika karyawan merasa mereka tidak dapat mempercayai pimpinan atau rekan kerja mereka, motivasi dan semangat kerja mereka akan berkurang. Lack of trust dapat muncul dalam berbagai bentuk, seperti:
- Kepercayaan yang lemah terhadap manajemen: Karyawan mungkin merasa bahwa manajemen tidak konsisten atau tidak adil dalam pengambilan keputusan, yang menyebabkan penurunan rasa hormat dan kepercayaan.
- Keraguan terhadap kebijakan perusahaan: Jika perusahaan membuat perubahan besar tanpa melibatkan atau memberitahu karyawan, mereka akan merasa diabaikan dan tidak dihargai.
Solusi: Membangun kepercayaan memerlukan keterbukaan dan transparansi dari pimpinan. Menjaga komunikasi yang jujur dan adil, serta melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan, adalah langkah yang efektif untuk mengatasi isu ini.
2. Lack of Consistency (Kurangnya Konsistensi)
Konsistensi adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang stabil dan bisa diprediksi. Ketika perusahaan tidak memiliki kebijakan atau pedoman yang konsisten, karyawan akan merasa kebingungan, tidak nyaman, dan ragu. Beberapa tanda kurangnya konsistensi antara lain:
- Perubahan aturan atau kebijakan yang mendadak: Karyawan merasa bahwa perusahaan tidak memiliki arah yang jelas.
- Ketidakkonsistenan dalam pengelolaan tim: Saat atasan menunjukkan sikap yang tidak konsisten dalam memberikan apresiasi atau kritik, hal ini akan merusak motivasi karyawan.
Solusi: Perusahaan perlu membuat kebijakan yang jelas dan konsisten serta mengomunikasikannya secara efektif. Konsistensi dalam perilaku dan tindakan manajerial sangat penting untuk meningkatkan kepercayaan karyawan.
3. Lack of Feeling Valued (Kurangnya Rasa Dihargai)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah keinginan untuk dihargai. Ketika karyawan merasa tidak dihargai, mereka cenderung kehilangan motivasi untuk berkontribusi lebih. Rasa tidak dihargai ini bisa muncul dalam berbagai bentuk:
- Kurangnya pengakuan atas kontribusi: Ketika kerja keras tidak diakui atau diapresiasi, karyawan akan merasa usaha mereka sia-sia.
- Ketiadaan sistem penghargaan yang memadai: Selain penghargaan finansial, apresiasi verbal juga penting untuk meningkatkan semangat kerja.
Solusi: Membuat sistem penghargaan yang mencakup pengakuan formal dan informal terhadap pencapaian karyawan. Manajer dapat memberikan apresiasi sederhana seperti ucapan terima kasih atau pemberian penghargaan sebagai pengakuan atas pencapaian karyawan.
4. Lack of Sense of Belonging (Kurangnya Rasa Memiliki)
Ketika karyawan merasa tidak menjadi bagian dari perusahaan, loyalitas mereka akan menurun. Kurangnya rasa memiliki biasanya disebabkan oleh:
- Budaya perusahaan yang kurang inklusif: Jika perusahaan tidak memiliki budaya yang menghargai perbedaan atau keberagaman, karyawan akan merasa terisolasi.
- Minimnya keterlibatan dalam keputusan perusahaan: Karyawan ingin merasa bahwa suara mereka dihargai dan didengarkan dalam pengambilan keputusan.
Solusi: Membina budaya kerja yang inklusif dan menghargai keberagaman sangat penting. Melibatkan karyawan dalam rapat atau diskusi strategis dapat meningkatkan rasa memiliki.
5. Quiet Quitting – Lack of Communication (Kurangnya Komunikasi)
Komunikasi yang baik adalah fondasi dari kolaborasi yang sukses. Ketika komunikasi tidak berjalan dengan baik, karyawan merasa kesulitan untuk memahami tujuan perusahaan dan peran mereka dalam organisasi. Tanda-tanda kurangnya komunikasi mencakup:
- Komunikasi satu arah: Karyawan hanya menerima instruksi tanpa kesempatan memberikan masukan atau bertanya.
- Minimnya umpan balik: Ketika tidak ada saluran untuk berbicara secara jujur dengan atasan, karyawan merasa terisolasi.
Solusi: Mendorong komunikasi dua arah dan menciptakan forum di mana karyawan merasa aman untuk berbicara adalah solusi efektif. Perusahaan dapat mengadakan sesi umpan balik secara berkala, serta membuka kanal komunikasi yang memungkinkan semua karyawan untuk berbagi pendapat.
Faktor Tambahan dalam Pyramid of Quiet Quitting
Selain lima faktor utama di atas, terdapat beberapa faktor lain yang juga memengaruhi fenomena quiet quitting:
6. Quiet Quitting – Lack of Growth Opportunities (Kurangnya Peluang Berkembang)
Karyawan yang merasa terjebak di posisi yang sama tanpa adanya peluang untuk berkembang akan merasa stagnan. Jika perusahaan tidak menyediakan pelatihan atau kesempatan peningkatan karier, karyawan akan kehilangan semangat kerja.
Solusi: Memberikan program pelatihan dan peluang karier yang jelas akan membantu karyawan merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan kontribusi lebih.
7. Quiet Quitting – Work-life Balance yang Buruk
Beban kerja yang berlebihan tanpa keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi dapat memicu burnout dan mengurangi keterlibatan karyawan. Hal ini menyebabkan mereka hanya melakukan pekerjaan minimum.
Solusi: Menyediakan kebijakan kerja fleksibel serta mendorong karyawan untuk mengambil cuti ketika diperlukan akan membantu menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Catatan
Fenomena quiet quitting adalah masalah yang perlu ditangani dengan serius oleh praktisi HR dan HC di Indonesia. Pyramid of Quiet Quitting menggambarkan penyebab utama yang harus diatasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, produktif, dan terlibat. Dengan memahami setiap lapisan penyebab, perusahaan dapat membuat langkah-langkah strategis yang tepat dalam menjaga motivasi dan keterlibatan karyawan.
Langkah proaktif seperti membangun kepercayaan, memastikan konsistensi, memberikan apresiasi, menciptakan rasa memiliki, dan memperbaiki komunikasi dapat membantu perusahaan mencegah fenomena quiet quitting. Dalam jangka panjang, hal ini akan menciptakan budaya kerja yang positif dan loyalitas karyawan yang lebih kuat, yang pada akhirnya meningkatkan kesuksesan perusahaan.