Doom Spending : Gen Z dan Milenial Rentan Terkena
Gen Z dan Milenial Rentan Terkena Doom Spending: Fenomena, Penyebab, Dampak, dan Solusi
Generasi Z (Gen Z) dan Milenial merupakan kelompok demografis yang tumbuh di era digital, dimana teknologi, media sosial, dan e-commerce menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Namun, di tengah kemajuan teknologi tersebut, muncul fenomena yang dikenal sebagai doom spending. Fenomena ini menggambarkan kebiasaan belanja berlebihan yang sering kali didorong oleh kecemasan, tekanan sosial, dan ketidakpastian masa depan, sehingga memicu pengeluaran yang tidak terkontrol.
Apa Itu Doom Spending?
Doom spending adalah istilah yang menggambarkan perilaku konsumtif atau pengeluaran berlebihan yang dipicu oleh perasaan cemas, ketidakpastian, atau tekanan mental. Dalam konteks Gen Z dan Milenial, fenomena ini sering kali dikaitkan dengan kecemasan ekonomi, FOMO (Fear of Missing Out), dan pengaruh dari media sosial yang mempromosikan gaya hidup konsumtif.
Di masa pandemi, ketika banyak orang mengalami stres dan ketidakpastian finansial, doom spending menjadi cara bagi banyak individu untuk meredakan stres. Sayangnya, alih-alih membawa kebahagiaan, perilaku ini justru memperburuk kondisi keuangan pribadi.
Faktor-Faktor Penyebab Doom Spending pada Gen Z dan Milenial
- Pengaruh Media Sosial Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube mempromosikan gaya hidup glamor dan konsumtif, yang sering kali membuat Gen Z dan Milenial merasa tertekan untuk mengikuti tren. Iklan yang bersifat personal dan influencer marketing semakin mendorong konsumsi impulsif.
- Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) FOMO merupakan ketakutan ketinggalan tren, pengalaman, atau kesempatan yang dialami individu. Ini mendorong mereka untuk berbelanja barang atau pengalaman yang tidak benar-benar diperlukan hanya untuk menjaga status sosial atau memenuhi harapan lingkungan.
- Ketidakpastian Ekonomi dan Kecemasan Masa Depan Generasi muda, khususnya Gen Z dan Milenial, menghadapi tantangan ekonomi yang besar, termasuk harga rumah yang semakin tinggi, ketidakpastian pasar kerja, dan peningkatan biaya pendidikan. Ketidakpastian ini sering memicu kecemasan, yang pada akhirnya memengaruhi perilaku konsumtif sebagai cara pelarian dari stres.
- Kemudahan Akses ke Teknologi Finansial E-commerce dan teknologi finansial seperti kartu kredit, buy now, pay later (BNPL), serta aplikasi mobile payment memudahkan proses belanja. Hanya dengan beberapa klik, individu dapat melakukan transaksi tanpa merasakan konsekuensi langsung, seperti pengeluaran tunai.
- Kultur Konsumsi dan Gaya Hidup Modern Budaya konsumsi modern yang menekankan pentingnya “pengalaman” sering mendorong pengeluaran untuk hal-hal yang sifatnya sementara, seperti liburan, event musik, atau bahkan pernak-pernik teknologi terbaru. Tekanan untuk terus “hidup di momen sekarang” sering kali menimbulkan perilaku konsumtif yang berlebihan.
Dampak Doom Spending pada Gen Z dan Milenial
- Masalah Keuangan Jangka Panjang Kebiasaan doom spending dapat menyebabkan Gen Z dan Milenial terjebak dalam lingkaran hutang. Penggunaan kartu kredit dan skema cicilan tanpa pengelolaan yang baik akan berdampak pada meningkatnya utang, yang sulit diatasi di masa depan.
- Kesehatan Mental Meskipun doom spending pada awalnya dimaksudkan untuk meredakan stres, perilaku ini justru dapat memperburuk kondisi kesehatan mental. Rasa bersalah setelah belanja impulsif dan tekanan finansial yang dihadapi akibat pengeluaran berlebihan akan memicu kecemasan lebih lanjut.
- Hubungan Sosial dan Profesional Ketidakmampuan mengontrol pengeluaran bisa berdampak pada hubungan sosial dan profesional. Konflik dengan teman atau keluarga bisa muncul akibat masalah keuangan, sedangkan produktivitas di tempat kerja bisa terganggu karena stres yang diakibatkan oleh masalah finansial.
Solusi untuk Mengatasi
- Pendidikan Finansial Sejak Dini Pendidikan tentang manajemen keuangan harus diberikan sejak usia muda, termasuk bagaimana mengelola utang, menabung, dan berinvestasi. Program literasi keuangan harus mencakup strategi untuk mengendalikan belanja impulsif dan mengenali tanda-tanda doom spending.
- Mengelola Pengaruh Media Sosial Gen Z dan Milenial perlu belajar untuk lebih kritis dalam menyaring konten media sosial. Mempraktikkan digital detox atau mengurangi waktu di media sosial dapat membantu mengurangi tekanan untuk terus mengikuti tren.
- Membuat Anggaran Keuangan yang Realistis Salah satu cara paling efektif untuk mengendalikan doom spending adalah dengan membuat anggaran keuangan yang jelas dan disiplin dalam menjalankannya. Menggunakan aplikasi manajemen keuangan bisa menjadi langkah awal untuk mengontrol pengeluaran harian.
- Fokus pada Nilai Jangka Panjang Alih-alih fokus pada konsumsi jangka pendek, Gen Z dan Milenial perlu memprioritaskan investasi jangka panjang yang dapat meningkatkan kesejahteraan finansial mereka. Membuat rencana investasi seperti reksa dana, saham, atau investasi properti bisa menjadi solusi untuk mencapai tujuan keuangan yang lebih stabil.
- Meningkatkan Kesadaran Diri tentang Kebiasaan Konsumsi Mengenali pola perilaku konsumsi pribadi adalah langkah penting untuk menghindari doom spending. Dengan mempraktikkan mindfulness, individu dapat menjadi lebih sadar akan dorongan untuk berbelanja dan mempertimbangkan apakah pembelian tersebut benar-benar diperlukan.
Catatan
Doom spending merupakan fenomena yang semakin umum terjadi di kalangan Gen Z dan Milenial, yang dipengaruhi oleh tekanan sosial, ketidakpastian ekonomi, dan kemudahan akses ke teknologi finansial. Meskipun perilaku ini dapat memberikan kepuasan sementara, dampaknya pada kesehatan mental dan keuangan jangka panjang bisa sangat merugikan. Untuk itu, penting bagi generasi muda ini untuk mengelola keuangan dengan lebih bijak, memprioritaskan investasi jangka panjang, dan meningkatkan kesadaran diri dalam pola konsumsi mereka.
Dengan pendidikan finansial yang tepat, kontrol diri yang baik, dan kesadaran akan pengaruh media sosial, Gen Z dan Milenial dapat terhindar dari jebakan doom spending dan membangun masa depan keuangan yang lebih stabil.