The Psychological Contract and EVP: A Conceptual Review

The Psychological Contract and EVP: A Conceptual Review
Di era kerja yang terus berevolusi pasca-pandemi, hubungan antara perusahaan dan karyawan mengalami perubahan signifikan. Fenomena seperti “Great Resignation“, meningkatnya permintaan untuk kerja fleksibel, dan pergeseran ekspektasi generasi muda terhadap tempat kerja telah mengubah dinamika hubungan kerja secara fundamental. Artikel ini mengkaji konsep Psychological Contract (Kontrak Psikologis) dan Employee Value Proposition (EVP), serta bagaimana kedua elemen tersebut saling berkaitan dalam membangun hubungan kerja yang berkelanjutan di lingkungan bisnis Indonesia saat ini.
Memahami Kontrak Psikologis dalam Hubungan Kerja
Definisi dan Karakteristik Kontrak Psikologis
Kontrak psikologis merupakan kesepakatan tidak tertulis, tidak terlihat, dan bersifat implisit antara pemberi kerja dan pekerja. Berbeda dengan kontrak kerja formal yang bersifat legal dan tertulis, kontrak psikologis berisi pemahaman, harapan, dan kewajiban bersama yang diyakini kedua belah pihak dalam hubungan kerja mereka.
Menurut teori yang diperkenalkan oleh Denise Rousseau dalam penelitian organisasi modern, kontrak psikologis menekankan bahwa karyawan dan pemberi kerja masing-masing memiliki ekspektasi tentang apa yang akan mereka berikan dan terima dalam hubungan kerja. Keselarasan ekspektasi ini menjadi kunci lingkungan kerja yang sehat.
Dalam praktiknya, kontrak psikologis mencerminkan bagaimana karyawan dan pemberi kerja memandang peran mereka di luar deskripsi pekerjaan tertulis—apa yang mereka berikan, apa yang mereka dapatkan, dan bagaimana mereka diperlakukan. Kontrak ini sangat dipengaruhi oleh budaya perusahaan dan perilaku kepemimpinan, serta berperan besar dalam membentuk bagaimana karyawan berperilaku di tempat kerja.
Empat Tipe Utama Kontrak Psikologis
Terdapat empat tipe utama kontrak psikologis dengan karakteristik dan implikasi berbeda yang mempengaruhi perilaku, pandangan, dan kepuasan kerja karyawan:
- Kontrak Psikologis Transaksional: Berfokus pada hubungan transaksional antara karyawan dan organisasi, menekankan pertukaran tugas dan imbalan spesifik. Kontrak ini biasanya berjangka pendek dan berorientasi pada tugas. Karyawan mengharapkan kompensasi yang adil untuk upaya mereka dan kepatuhan terhadap persyaratan pekerjaan yang eksplisit.
- Kontrak Psikologis Transisional: Terjadi selama perubahan dan transisi organisasi, seperti merger, akuisisi, atau restrukturisasi. Kontrak ini mencerminkan harapan dan kewajiban yang dimiliki karyawan selama periode perubahan. Karyawan mungkin mengharapkan keamanan, dukungan, dan bantuan dalam beradaptasi dengan peran atau lingkungan baru. Kontrak ini sering bersifat sementara dan dapat direvisi seiring berjalannya transisi.
- Kontrak Psikologis Seimbang: Menekankan pertukaran yang adil dan setara antara karyawan dan organisasi. Kontrak ini mengakui aspek moneter dan non-moneter dari hubungan kerja, seperti keseimbangan kerja-kehidupan, pengembangan profesional, dan keamanan kerja. Tipe kontrak ini bertujuan untuk membina komitmen bersama, kepercayaan, dan rasa kesejahteraan bagi kedua belah pihak.
- Kontrak Psikologis Relasional: Berfokus pada membangun hubungan jangka panjang antara karyawan dan organisasi. Kontrak ini melibatkan harapan implisit, seperti kepuasan kerja, perilaku kewargaan organisasi, dan peluang untuk pertumbuhan dan kemajuan. Kontrak ini menekankan loyalitas dan kepercayaan bersama, serta keyakinan bahwa organisasi akan memenuhi aspirasi karir karyawan dan menyediakan lingkungan kerja yang mendukung.
Pentingnya Kontrak Psikologis di Tempat Kerja
Kontrak psikologis membantu membangun kepercayaan dan komitmen antara pemberi kerja dan karyawan. Kedua pihak memahami dengan jelas apa yang diharapkan dari mereka dan dapat fokus pada pencapaian. Karyawan yang percaya kontrak mereka adil (yaitu, mereka menerima sebanyak yang mereka berikan) memiliki rasa memiliki dan komitmen terhadap organisasi. Hal ini membuat mereka lebih berdedikasi pada pekerjaan dan berinvestasi dalam tujuan yang lebih luas perusahaan.
Ketika kondisi kerja memenuhi harapan karyawan, kontrak psikologis terpenuhi, dan mereka akan merasa lebih puas, terlibat, dan termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan. Ini dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja serta mengurangi risiko turnover. Sebaliknya, ketika kontrak dilanggar atau diingkari oleh salah satu pihak, perasaan dikhianati, kekecewaan, dan ketidakterlibatan dapat terjadi, yang berdampak negatif pada produktivitas dan moral.
Konsep Employee Value Proposition (EVP)
Definisi dan Komponen EVP
Employee Value Proposition (EVP) adalah nilai unik yang ditawarkan perusahaan kepada karyawan sebagai imbalan atas keterampilan, pengalaman, dan komitmen mereka. EVP mencakup komponen seperti gaji, tunjangan, penghargaan, pengembangan karir, dan keseimbangan kerja-kehidupan, serta nilai, misi, tujuan sosial, dan budaya organisasi.
Pada dasarnya, EVP bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkomunikasikan semua manfaat dan pengalaman unik yang dapat diharapkan karyawan dari memilih bekerja untuk organisasi tersebut. EVP juga mengkomunikasikan mengapa perusahaan adalah tempat yang tepat bagi karyawan yang berkembang di sana dan membantu menarik orang-orang yang tepat yang selaras dengan penawaran unik perusahaan.
Lima Komponen Utama EVP
EVP terdiri dari lima komponen utama yang menentukan bagaimana karyawan dan kandidat memandang organisasi sebagai pemberi kerja:
- Kompensasi: Mencakup kepuasan karyawan dengan gaji mereka serta imbalan tambahan seperti bonus dan aspek termasuk sistem evaluasi. Kompensasi tidak sama pentingnya bagi semua orang, dan tidak semua orang menjadikannya prioritas utama ketika mencari pekerjaan.
- Keseimbangan Kerja-Kehidupan: Mencakup cuti berbayar, liburan, opsi flekstime, rencana pensiun, dan kesempatan untuk bekerja dari rumah dan jarak jauh. Komponen ini memiliki dampak besar pada kesejahteraan karyawan. Tidak ada resep ajaib untuk keseimbangan kerja-kehidupan yang berlaku untuk semua karena karyawan yang berbeda akan menghargai manfaat yang berbeda.
- Stabilitas: Mengacu pada keamanan fisik dan psikologis yang memungkinkan karyawan bekerja dengan percaya diri, aman, dan efektif. Stabilitas juga mencakup peluang yang tersedia bagi karyawan untuk mengembangkan diri dan kariernya dalam organisasi.
- Lokasi: Mencakup lebih dari sekadar lokasi fisik kantor. Dapat diartikan sebagai lokasi dalam arti luas: lingkungan kerja yang positif, budaya organisasi yang kuat, dan tingkat otonomi.
- Rasa Hormat: Berkaitan dengan hubungan positif, dukungan, semangat tim, budaya perusahaan, dan nilai serta keyakinan inti organisasi. Penelitian McKinsey menemukan bahwa pemimpin yang tidak peduli dan tidak menginspirasi berperan besar dalam alasan mengapa orang meninggalkan pekerjaan mereka.
Manfaat EVP yang Kuat
Investasi dalam EVP dapat membawa manfaat nyata bagi bisnis:
- Menarik dan Mempertahankan Talenta Terbaik: EVP yang jujur dan menarik membantu memfokuskan pada penawaran unik sebagai pemberi kerja dengan menyoroti manfaat dan peluang yang tersedia bagi karyawan dalam organisasi. Ini akan membantu menarik dan mempertahankan orang-orang yang beresonansi dengan apa yang ditawarkan perusahaan.
- Tenaga Kerja yang Engaged: EVP yang terdefinisi dengan baik memberikan karyawan pemahaman yang jelas tentang misi, visi, dan nilai organisasi, yang pada gilirannya meningkatkan keterlibatan dan investasi dalam pekerjaan mereka.
- Penghematan Biaya: Dengan menarik dan mempertahankan orang yang tepat, organisasi akan menghemat biaya rekrutmen dan retensi.
- Kinerja Bisnis dan Pertumbuhan Organisasi: Dengan tenaga kerja yang lebih terlibat, produktif, dan puas, kinerja bisnis akan meningkat, yang akan menyebabkan peningkatan profitabilitas dan pertumbuhan.
- Transparansi yang Lebih Baik: Ketika sebuah organisasi terbuka dan jujur sejak awal tentang apa yang mereka harapkan dari karyawan dan apa yang akan mereka terima sebagai balasannya, ini membangun kepercayaan dan rasa hormat bersama dalam hubungan karyawan-pemberi kerja.
Hubungan antara Kontrak Psikologis dan EVP
Bagaimana EVP Membentuk Kontrak Psikologis
Employee Value Proposition (EVP) dan kontrak psikologis memiliki hubungan yang sangat erat. EVP menjadi fondasi awal dalam membentuk kontrak psikologis antara perusahaan dan karyawan. Ketika organisasi mengkomunikasikan EVP-nya kepada kandidat dan karyawan, mereka secara tidak langsung menetapkan harapan tentang pengalaman kerja yang akan diterima karyawan.
EVP yang dirumuskan dengan baik akan menciptakan pemahaman yang jelas tentang nilai yang ditawarkan perusahaan, sehingga calon karyawan dapat menilai keselarasannya dengan aspirasi pribadi mereka. Ini membantu membentuk kontrak psikologis yang realistis dan berkelanjutan sejak awal.
Dalam artikel “Revitalised EVP: Rebuilding the psychological contract”, dijelaskan bahwa di tengah lingkungan kerja yang terus berubah, kontrak psikologis antara pemberi kerja dan karyawan mengalami tekanan serius. EVP yang direvitalisasi dapat membangun kembali kontrak psikologis ini dengan menciptakan pemahaman yang lebih jelas tentang ekspektasi di kedua sisi.
Dampak EVP terhadap Pemenuhan Kontrak Psikologis
EVP yang kuat dan autentik mendukung pemenuhan kontrak psikologis dengan cara:
- Menyelaraskan Harapan: EVP yang jelas dan komprehensif membantu karyawan membentuk ekspektasi yang realistis tentang apa yang mereka berikan dan terima dalam hubungan kerja.
- Meningkatkan Kepercayaan: Ketika perusahaan konsisten dalam menepati janji yang tersirat dalam EVP mereka, kepercayaan karyawan meningkat, memperkuat kontrak psikologis.
- Mendorong Komitmen Timbal Balik: EVP yang berfokus pada nilai bersama dan pertumbuhan mendorong karyawan untuk berinvestasi lebih dalam hubungan kerja, menciptakan kontrak psikologis yang lebih kuat.
- Mengurangi Risiko Pelanggaran: EVP yang jujur dan transparan mengurangi risiko pelanggaran kontrak psikologis karena ekspektasi ditetapkan secara realistis sejak awal.
Penelitian menunjukkan bahwa ketidakselarasan antara EVP yang dijanjikan dan pengalaman aktual karyawan dapat menyebabkan pelanggaran kontrak psikologis, yang berujung pada ketidakpuasan, penurunan kinerja, dan turnover yang lebih tinggi.
Tantangan Kontrak Psikologis dan EVP di Indonesia
Pergeseran Ekspektasi Pasca-Pandemi
Pandemi COVID-19 telah merubah ekspektasi karyawan di Indonesia secara signifikan. Menurut survey McKinsey, lebih dari setengah karyawan merasa kurang aman dalam pekerjaan mereka dibandingkan lima tahun lalu. Revolusi kerja jarak jauh selama pandemi membawa baik manfaat maupun tantangan. Sementara kerja dari rumah menawarkan fleksibilitas, hal ini juga mengaburkan batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang dapat menyebabkan stres dan kelelahan yang lebih besar.
Di Indonesia, banyak perusahaan yang belum sepenuhnya beradaptasi dengan model kerja hibrid yang menjadi preferensi baru bagi banyak profesional. Hal ini menciptakan ketegangan dalam kontrak psikologis antara pemberi kerja dan karyawan, terutama generasi muda yang memasuki dunia kerja dengan ekspektasi berbeda dari generasi sebelumnya.
Kesenjangan Budaya dan Generasi
Pasar tenaga kerja Indonesia yang beragam, dengan berbagai generasi (Baby Boomers, Gen X, Milenial, dan Gen Z) yang bekerja bersama, menciptakan tantangan dalam menyelaraskan EVP dengan beragam kontrak psikologis. Misalnya, sementara generasi yang lebih tua mungkin menghargai stabilitas dan loyalitas jangka panjang, generasi yang lebih muda cenderung mencari makna, fleksibilitas, dan peluang pengembangan yang cepat.
Kesenjangan budaya antara praktik manajemen konvensional dan ekspektasi baru dari angkatan kerja juga menciptakan tantangan dalam memelihara kontrak psikologis yang sehat. Perusahaan di Indonesia perlu mengembangkan EVP yang cukup fleksibel untuk mengakomodasi beragam harapan serta cukup konsisten untuk menjaga identitas organisasi yang jelas.
Tekanan Ekonomi dan Dampaknya
Tekanan ekonomi global dan lokal mempengaruhi bagaimana perusahaan Indonesia dapat memenuhi janji EVP mereka. Resesi, globalisasi, dan kemajuan teknologi mendorong perusahaan untuk memangkas biaya, seringkali dengan mengorbankan keamanan kerja. Ini menghasilkan ketidakpercayaan dalam kontrak psikologis, terutama di antara karyawan yang mengandalkan jaminan kerja sebagai bagian dari kesepakatan implisit mereka dengan pemberi kerja.
Di sisi lain, pemberi kerja juga merasa frustrasi dengan kontrak psikologis yang rusak. Dengan persaingan pasar yang ketat dan tekanan ekonomi, bisnis fokus pada produktivitas dan efisiensi. Banyak pemberi kerja merasa bahwa meskipun berinvestasi dalam teknologi dan pelatihan, karyawan tidak mencapai target produktivitas, terutama dalam pengaturan kerja jarak jauh dan hibrid.
Strategi Mengintegrasikan Kontrak Psikologis dan EVP
Membangun EVP yang Mendukung Kontrak Psikologis yang Sehat
Untuk mengembangkan EVP yang mendukung kontrak psikologis yang sehat, organisasi di Indonesia perlu:
- Identifikasi Keunikan Organisasi: Brainstorming fitur dan manfaat yang membedakan perusahaan dari merek yang bersaing untuk mendapatkan talenta. Hal ini mencakup penawaran unik, nilai yang tidak dapat diberikan oleh organisasi lain, dan alasan mengapa seseorang ingin bekerja untuk perusahaan tersebut daripada pemberi kerja lain.
- Pahami Kebutuhan Karyawan: Lakukan survei, penelitian, dan kelompok fokus untuk menentukan apa yang dibutuhkan karyawan. Pertimbangkan latar belakang, pengalaman, dan perspektif berbeda yang dibawa karyawan ke tempat kerja, dan bagaimana hal tersebut memengaruhi harapan dan prioritas mereka.
- Selaraskan EVP dengan Misi, Nilai, dan Tujuan Perusahaan: EVP harus mencakup dan selaras dengan misi, nilai, dan tujuan organisasi yang unik untuk menjadi kohesif dan efektif. Ini dapat melibatkan penyorotan bagaimana nilai-nilai perusahaan tercermin dalam budaya, kebijakan, dan praktiknya, serta bagaimana mereka mendukung pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
- Bersikap Otentik: Penting bahwa ketika Anda membuat EVP perusahaan, itu autentik, transparan, dan sejalan dengan budaya, nilai, dan praktik organisasi. Ini membangun kepercayaan dan kredibilitas yang berharga dengan karyawan.
- Jadikan EVP Nyata dan Inklusif: Hubungkan apa yang Anda sajikan dalam EVP dengan hal-hal nyata seperti jam kerja fleksibel, akses ke peluang pembelajaran dan pengembangan, cuti orang tua berbayar, atau bonus tahunan. Sorot bagaimana kebijakan, program, dan inisiatif spesifik berkontribusi pada EVP secara keseluruhan.
Komunikasi yang Transparan
- Komunikasi Terbuka dan Jujur: Membangun lini komunikasi terbuka dan jujur sejak awal sangat penting untuk menciptakan kontrak psikologis yang efektif antara pemberi kerja dan karyawan. Bagikan berita, tujuan, dan perubahan perusahaan agar karyawan merasa diberi informasi dan terhubung. Tentukan harapan yang jelas untuk tugas pekerjaan dan kinerja, dan bersikaplah transparan tentang gaji, tunjangan, dan kemajuan karir.
- Umpan Balik Reguler: Pastikan umpan balik secara teratur diberikan kepada karyawan dari manajer, termasuk apa yang mereka lakukan dengan baik dan bagaimana mereka dapat meningkatkan, dan beri karyawan kesempatan untuk menyuarakan pemikiran dan kekhawatiran mereka serta dukungan apa yang mereka harapkan dan butuhkan dari manajer mereka. Arus informasi dua arah yang berharga ini memupuk rasa hormat dan pengertian bersama.
- Keterlibatan dan Konsultasi: Libatkan karyawan dalam proses pembuatan keputusan, terutama yang akan berdampak langsung pada kondisi kerja mereka. Konsultasikan dengan karyawan untuk mendapatkan wawasan tentang ekspektasi dan kebutuhan mereka.
Mengelola Pelanggaran Kontrak Psikologis
Memperbaiki kontrak psikologis yang rusak memang mungkin—tetapi membutuhkan perhatian, empati, dan upaya tulus untuk memulihkan kepercayaan. Ketika HR mengambil peran aktif, ada peluang baik hubungan dapat pulih. Berikut adalah lima langkah praktis untuk membantu memperbaiki kerusakan:
- Pahami Ekspektasi: Profesional HR harus memahami dan mengenali nilai harapan kedua belah pihak untuk membuat dampak positif dan memperbaiki kontrak psikologis yang rusak. Dengan mengambil langkah pertama ini dan mendapatkan pemahaman, HR dapat menilai situasi dan mengembangkan rencana untuk melangkah maju.
- Selidiki Akar Masalah: Lakukan analisis menyeluruh untuk menentukan masalah spesifik yang telah menyebabkan kerusakan. Ini mungkin melibatkan pengumpulan umpan balik melalui survei, kelompok fokus, atau wawancara rahasia untuk memahami kekhawatiran utama dan perspektif mereka.
- Temukan Solusi yang Selaras dengan Kedua Belah Pihak: Setelah HR telah menentukan akar masalah, langkah selanjutnya adalah melakukan brainstorming dan menerapkan solusi yang layak untuk kedua belah pihak, karyawan dan pemberi kerja. Komunikasi adalah kunci dalam memperbaiki kontrak psikologis yang rusak, dan HR harus memfasilitasi diskusi terbuka dan jujur untuk memastikan pemahaman dan kesepakatan bersama tentang jalan ke depan.
- Libatkan Karyawan dan Dapatkan Umpan Balik: Libatkan karyawan dalam prosesnya. Minta masukan mereka dan periksa secara berkala. Apakah mereka mulai mendapatkan kembali kepercayaan? Apakah mereka merasa diperlakukan secara adil? Apakah mereka terlibat kembali dan berkomitmen pada pekerjaan dan organisasi mereka?
- Pantau Kemajuan dan Lakukan Penyesuaian: Jangan berasumsi masalah teratasi setelah satu percakapan atau penyesuaian. Terus kumpulkan umpan balik dan lacak indikator utama—seperti skor keterlibatan, tingkat retensi, atau sentimen tim. Lakukan perubahan sesuai kebutuhan untuk membangun kembali kepercayaan.
Membangun EVP yang Efektif untuk Perusahaan Indonesia
Mempertimbangkan Konteks Lokal
Dalam mengembangkan EVP, perusahaan di Indonesia perlu mempertimbangkan konteks budaya, ekonomi, dan sosial lokal. Beberapa pertimbangan meliputi:
- Nilai Kolektif vs. Individualis: Budaya Indonesia cenderung lebih kolektif dibandingkan dengan banyak negara Barat. EVP yang efektif harus mencerminkan dan menghargai nilai-nilai ini, mungkin dengan menekankan lingkungan kerja yang mendukung keluarga atau program yang mendorong kolaborasi tim.
- Hierarki dan Rasa Hormat: Struktur hierarkis masih dihargai dalam banyak organisasi Indonesia. EVP harus mengakui hal ini sambil juga membuka ruang untuk inovasi dan kontribusi dari semua tingkatan.
- Keragaman Regional: Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat beragam dengan berbagai budaya dan bahasa. EVP yang inklusif harus mengakomodasi keragaman ini dan memastikan semua kelompok merasa dihargai dan diwakili.
Studi Kasus: Praktik EVP Terbaik di Indonesia
Contoh 1: PT.XYZ
PT.XYZ menjadikannya prioritas strategis untuk meluncurkan EVP baru dan strategi penghargaan. Di dalamnya, mereka menjelaskan apa yang mereka perjuangkan sebagai pemberi kerja – Passion for Purpose, Be the true you, dan Never stop growing – dan apa yang mereka anggap penting dalam hubungan mereka dengan karyawan.
Strategi penghargaan baru, kompensasi yang lebih kompetitif, dan perbedaan yang jelas antara kinerja dan pengembangan semuanya terkait dengan nilai, tujuan, dan strategi PT.XYZ untuk menekankan pertumbuhan pribadi, tujuan, dan inklusi. Ini telah membantu menciptakan tempat kerja yang lebih sehat dan menginspirasi di mana karyawan dapat menjadi diri terbaik mereka.
Contoh 2: Gojek/GoTo
Sebagai salah satu unicorn Indonesia, Gojek (sekarang bagian dari GoTo Group) telah mengembangkan EVP yang kuat dengan berfokus pada tiga pilar utama: dampak sosial, inovasi, dan pertumbuhan pribadi. Dengan visi untuk “menghilangkan masalah sehari-hari”, perusahaan memberi karyawan rasa tujuan yang kuat.
Program pengembangan bakat yang komprehensif, lingkungan kerja yang mendorong inovasi, dan budaya yang menghargai keberagaman telah membantu Gojek menarik beberapa talenta teknologi terbaik di Indonesia. Praktik kerja fleksibel mereka dan komitmen terhadap kesejahteraan karyawan juga telah memperkuat kontrak psikologis dengan tim mereka.
Rekomendasi Praktis untuk Praktisi HR Indonesia
Berdasarkan analisis konseptual dan studi kasus, berikut beberapa rekomendasi praktis untuk praktisi HR di Indonesia:
- Lakukan “Audit Kontrak Psikologis”: Evaluasi kesenjangan antara harapan karyawan dan pengalaman aktual mereka melalui survei dan diskusi kelompok fokus.
- Kembangkan EVP yang Authentic dan Lokal: Pastikan EVP mencerminkan nilai dan budaya organisasi yang sebenarnya, serta konteks lokal Indonesia.
- Selaraskan EVP dengan Segmen Karyawan Berbeda: Kenali bahwa angkatan kerja Indonesia yang beragam mungkin memiliki harapan berbeda; sesuaikan elemen EVP untuk berbagai segmen karyawan.
- Komunikasikan EVP dengan Konsisten: Pastikan EVP dikomunikasikan secara konsisten melalui semua saluran rekrutmen, onboarding, dan komunikasi internal.
- Latih Manajer tentang Kontrak Psikologis: Edukasi para manajer tentang pentingnya memahami dan mengelola kontrak psikologis dengan tim mereka.
- Ukur dan Pantau secara Berkala: Tetapkan metrik untuk melacak efektivitas EVP dan kesehatan kontrak psikologis (misalnya, tingkat retensi, skor keterlibatan, umpan balik exit interview).
- Adaptasi Terhadap Perubahan: Tinjau dan perbarui EVP secara berkala untuk mencerminkan perubahan dalam harapan karyawan dan kondisi pasar tenaga kerja.
Catatan
Kontrak psikologis dan Employee Value Proposition (EVP) merupakan dua konsep yang saling terkait dan sangat penting dalam membentuk hubungan kerja yang sehat dan berkelanjutan. Di tengah perubahan signifikan dalam dunia kerja, perusahaan Indonesia yang berhasil akan menjadi mereka yang mampu memahami, membangun, dan mengelola keduanya dengan efektif.
Kontrak psikologis yang positif, didukung oleh EVP yang kuat dan autentik, dapat menjadi keunggulan kompetitif utama dalam menarik, mengembangkan, dan mempertahankan talenta terbaik. Sebaliknya, ketidakselarasan antara janji organisasi dan pengalaman nyata karyawan dapat menyebabkan pelanggaran kontrak psikologis, yang berujung pada penurunan kepercayaan, keterlibatan, dan kinerja.
Praktisi HR di Indonesia perlu mengambil pendekatan holistik dan kontekstual dalam mengembangkan EVP yang mendukung kontrak psikologis yang sehat, dengan mempertimbangkan keunikan budaya lokal, dinamika generasi, dan perubahan ekspektasi pasca-pandemi. Dengan strategi yang tepat, organisasi dapat membangun hubungan kerja yang lebih kuat dan lebih bermakna, menghasilkan hasil yang lebih baik untuk karyawan maupun bisnis secara keseluruhan.
Artikel ini ditulis untuk www.HRD-Forum.com