Perubahan UU Cipta Kerja: MK Ubah 21 Pasal

0

MK Ubah 21 Pasal UU Cipta Kerja, Berikut Informasi Lengkapnya

Perubahan UU Cipta Kerja – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan atas Undang-Undang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan sejumlah serikat pekerja. Dalam putusan tersebut, MK memutuskan untuk mengubah 21 pasal dalam UU Cipta Kerja, merespons permohonan yang diajukan oleh Partai Buruh, yang diwakili oleh Agus Supriyadi dan Ferry Nuzarli; Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) yang diwakili oleh Riden Hatam Aziz dan Sabilar Rosyad; Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) yang diwakili oleh Fredy Sembiring dan Mustopo; Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI) yang diwakili oleh Ilhamsyah dan Damar Panca Mulya; serta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang diwakili oleh Agus Sarjanto dan Ramidi.

Dalam persidangan yang digelar di Gedung MK pada Kamis (31/10), Ketua MK Suhartoyo menyampaikan bahwa MK “mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian.” Dari sekitar 70 pasal yang diajukan untuk diubah, hanya 21 pasal yang disetujui untuk direvisi oleh MK. Perubahan ini mencakup ketentuan mengenai upah, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), pemutusan hubungan kerja (PHK), serta pesangon.

Berikut Daftarnya:

1. Pasal 42 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 4 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Pemerintah Pusat’ berubah menjadi ‘menteri yang bertanggung jawab di bidang (urusan) ketenagakerjaan, in casu Menteri Tenaga Kerja’
::

2. Pasal 42 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 4 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki’ berubah menjadi ‘Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki dengan memerhatikan pengutamaan penggunaan Tenaga Kerja Indonesia’
::

3. Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan Perjanjian Kerja’ berubah menjadi ‘Jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan’
::

4. Pasal 57 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 13 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Perjanjian Kerja Waktu Tertentu’ dibuat tertulis serta harus menggunakan secara Bahasa Indonesia dan huruf latin’ berubah menjadi ‘Perjanjian Kerja Waktu Tertentu hanya dibuat secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan huruf latin’
::

5. Pasal 64 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 18 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)’ berubah menjadi ‘Menteri menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya’
::

6. Pasal 79 ayat (2) huruf b dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘istirahat mingguan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu’ ditambah ‘atau 2 hari untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu’
::

7. Pasal 79 ayat (5) dalam Pasal 81 angka 25 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Kata ‘dapat’ tidak memiliki kekuatan hukum mengikat
::

8. Pasal 88 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Setiap Pekerja/Buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ ditambah ‘termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua’
::

9. Pasal 88 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ ditambah ‘dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan’
::

10. Pasal 88 ayat (3) huruf b dalam Pasal 81 angka 27 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘struktur dan skala upah’ berubah menjadi ‘struktur dan skala upah yang proporsional’
::

11. Pasal 88C dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Menjadi ‘termasuk gubernur wajib menetapkan upah minimum sektoral pada wilayah provinsi dan dapat untuk kabupaten/kota’
::

12. Pasal 88D ayat (2) dalam Pasal 81 angka 28 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘indeks tertentu’ menjadi ‘indeks tertentu merupakan variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh’
::

13. Pasal 88F dalam pasal 81 angka 28 UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘dalam keadaan tertentu’ menjadi dimaknai ‘Yang dimaksud dengan dalam kedaan tertentu mencakup antara lain bencana alam non-alam, termasuk kondisi luar biasa perekonomian global dan/atau nasional yang ditetapkan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan’
::

14. Pasal 90A dalam Pasal 81 angka 31 UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh di Perusahaan’ berubah menjadi ‘Upah di atas upah minimum ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Pengusaha dan Pekerja/Buruh atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di perusahaan’
::

15. Pasal 92 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 33 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas’ berubah menjadi ‘Pengusaha wajib menyusun struktur dan skala upah di perusahaan dengan memperhatikan kemampuan Perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan, dan kompetensi’
::

16. Pasal 95 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 36 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Hak lainnya dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan’ berubah menjadi ‘Hak lainnya dari Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahulukan pembayarannya atas semua kreditur termasuk kreditur preferen kecuali para kreditur pemegang hak jaminan kebendaan’
::

17. Pasal 98 ayat (1) dalam Pasal 81 angka 39 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan’ berubah menjadi ‘Untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan serta pengembangan sistem pengupahan dibentuk dewan pengupahan yang berpartisipasi secara aktif’
::

18. Pasal 151 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh’ berubah menjadi ‘wajib dilakukan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh’
::

19. Pasal 151 ayat (4) dalam Pasal 81 angka 40 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023
Frasa ‘pemutusan hubungan kerja dilakukan melalui tahap berikutnya sesuai dengan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial’ berubah menjadi ‘Dalam hal perundingan bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mendapatkan kesepakatan maka Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat dilakukan setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang putusannya telah berkekuatan hukum tetap’
::

20. Pasal 157A ayat (3) dalam Pasal 81 angka 49 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023.
Frasa ‘dilakukan sampai dengan selesainya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai tingkatannya’ berubah menjadi ‘sampai berakhirnya proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berkekuatan hukum tetap sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang PPHI’
::

21. Pasal 156 ayat (2) dalam Pasal 81 angka 47 Lampiran UU Nomor 6 Tahun 2023.
Frasa ‘diberikan dengan ketentuan sebagai berikut’ berubah menjadi ‘paling sedikit’
Kini berikut bunyi pasalnya:
Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan Upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan Upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan Upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan Upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan Upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan Upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan Upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan Upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan Upah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Open chat
Halo,
Ada yang bisa Kami Bantu?