Mengapa HR Masih Dilihat Sebelah Mata?

“Mengapa HR Masih Dilihat Sebelah Mata: Perspektif Baru dalam Menakar Nilai Peran HR di Indonesia”
HR Indonesia | Bayangkan sebuah gedung pencakar langit yang megah. Strukturnya terlihat kokoh, penuh kaca berkilauan, menjulang ke langit sebagai simbol kekuatan dan kesuksesan. Namun, di balik fasad gemerlap itu, ada elemen yang sering terlupakan: pondasi. Tanpa pondasi yang kuat, gedung itu akan runtuh. Inilah gambaran bagaimana banyak perusahaan melihat peran Human Resources (HR): penting tapi jarang dihargai, vital tapi tidak diutamakan.
Fenomena “Sebelah Mata” terhadap HR
Di Indonesia, HR sering kali dilihat sebagai fungsi administratif belaka—bertugas mengurus penggajian, absensi, dan dokumen-dokumen karyawan. Dalam berbagai survei, HR jarang dianggap sebagai “mitra strategis” oleh manajemen puncak. Sebaliknya, mereka lebih sering dipandang sebagai pusat biaya ketimbang pusat nilai.
Mengapa persepsi ini begitu kuat? Apakah HR memang gagal membuktikan relevansi strategisnya, ataukah ini masalah cara pandang dan harapan yang tidak seimbang?
Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Persepsi Negatif terhadap HR
1. Keterbatasan Peran yang Dimainkan HR
Banyak HR di Indonesia terjebak dalam peran administratif. Ketika sebagian besar waktu dihabiskan untuk tugas operasional, sulit bagi mereka untuk menunjukkan bagaimana peran mereka dapat berdampak pada tujuan strategis perusahaan.
2. Kurangnya Kompetensi Strategis
Dalam dunia bisnis yang semakin kompetitif, HR diharapkan memahami analisis data, strategi bisnis, dan manajemen perubahan. Namun, banyak profesional HR di Indonesia belum dilengkapi dengan keterampilan ini. Akibatnya, kontribusi mereka sering kali terlihat tidak relevan bagi keputusan bisnis.
3. Budaya Kerja yang Hierarkis
Di banyak perusahaan Indonesia, pengambilan keputusan masih berpusat di tangan manajemen puncak. HR jarang dilibatkan dalam diskusi strategis karena dianggap bukan bagian dari inti bisnis.
4. Ekspektasi yang Tidak Seimbang
HR diharapkan menjadi serba bisa: mengelola konflik, memastikan kepatuhan hukum, meningkatkan keterlibatan karyawan, hingga memimpin transformasi digital. Ketika semua ini tidak terpenuhi, kritik pun muncul.
5. Kurangnya Pemahaman tentang Nilai HR
Peran HR sulit diukur dengan metrik tradisional seperti ROI atau produktivitas langsung. Banyak manajemen gagal memahami bagaimana fungsi HR yang baik dapat meningkatkan retensi, keterlibatan karyawan, dan pada akhirnya, kinerja bisnis.
Mengubah Paradigma: Menjadikan HR sebagai Mitra Strategis
1. Berfokus pada Data dan Teknologi
HR harus bertransformasi menjadi fungsi berbasis data. Dengan menggunakan analitik SDM, HR dapat memberikan wawasan berbasis data tentang retensi karyawan, produktivitas, dan dampak pelatihan. Ini akan membantu menunjukkan nilai strategis mereka kepada manajemen.
2. Meningkatkan Kompetensi Bisnis
HR perlu memahami model bisnis perusahaan, lanskap industri, dan tantangan kompetitif yang dihadapi perusahaan. Dengan cara ini, mereka dapat berkontribusi secara langsung dalam diskusi strategis.
3. Menyesuaikan Peran dengan Budaya Lokal
Dalam konteks Indonesia, hubungan interpersonal sangat penting. HR harus mampu membangun kepercayaan dengan manajemen dan karyawan untuk memperkuat pengaruh mereka.
4. Melibatkan Top Management
Top management harus melihat HR bukan sebagai beban biaya, melainkan sebagai investasi strategis. Hal ini memerlukan edukasi yang konsisten tentang pentingnya SDM dalam mencapai tujuan bisnis.
5. Menyusun KPI yang Relevan untuk HR
Untuk memperbaiki persepsi terhadap HR, fungsi ini perlu dinilai dengan metrik yang relevan, seperti skor keterlibatan karyawan, tingkat retensi, atau ROI dari program pelatihan.
Contoh Kasus: Transformasi HR di Perusahaan XXXXX
Sebuah perusahaan teknologi terkemuka XXXXX pernah mengalami tingkat turnover karyawan yang tinggi, mencapai 35% per tahun. Tim HR mereka awalnya hanya fokus pada administrasi rekrutmen. Namun, setelah mengimplementasikan program HR berbasis data dan melibatkan HR dalam diskusi strategis, turnover turun menjadi 12% dalam dua tahun. Pendekatan mereka meliputi:
- Analisis data untuk mengidentifikasi alasan turnover.
- Merancang program pelatihan yang relevan berdasarkan kebutuhan bisnis.
- Mengintegrasikan umpan balik karyawan ke dalam pengambilan keputusan.
Hasilnya, tidak hanya turnover yang menurun, tetapi kepuasan karyawan juga meningkat, yang pada akhirnya berdampak positif pada kinerja bisnis.
Masa Depan HR di Indonesia: Jalan Panjang Menuju Pengakuan
Peran HR tidak akan dihargai jika fungsinya hanya terbatas pada tugas operasional. Praktisi HR di Indonesia harus berani keluar dari zona nyaman dan berinvestasi dalam pengembangan kompetensi strategis.
Di sisi lain, manajemen puncak juga perlu memperluas cara pandang mereka terhadap HR. Menjadikan HR sebagai mitra strategis bukan hanya tentang memberikan kursi di meja rapat, tetapi juga memberikan mereka alat, pelatihan, dan kepercayaan untuk menjadi penggerak perubahan.
Catatan
Peran HR adalah pondasi yang menentukan keberlanjutan organisasi. Ketika HR Indonesia dilihat sebelah mata, organisasi kehilangan peluang untuk memaksimalkan potensi sumber daya manusia. Oleh karena itu, sudah waktunya bagi praktisi HR Indonesia untuk membuktikan nilai mereka, dan bagi perusahaan untuk memberikan ruang bagi HR Indonesia untuk menjadi mitra strategis yang sejati.
🔖 Salam Transformasi HR!