Rekan HRD Indonesia, jika kita sebagai praktisi HRD berbicara mengenai hubungan kerja, mengenai perjanjian kerja, apakah itu perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja tidak tertentu, maka kita wajib merujuk kepada UU yang mengaturnya.

Terkait dengan hubungan kerja, dituliskan dalam UU 13 tahun 2003, BAB IX, mulai pasal 50 sampai dengan pasal 66. Selain dalam UU 13 tahun 2003, dalam Keputusan Menteri tenaga Kerja No. 100 tahun 2004 ; mengenai KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU.

Dalam tulisan kali ini hanya melihat hubungan kerja dalam UU 13 tahun 2003, BAB IX, pasal 50 sampai dengan pasal 66. Mari kita baca bersama dengan teliti.

BAB IX
HUBUNGAN KERJA

Pasal 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

Pasal 51

  1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
  2. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Pasal 52

  1. Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
    a.        kesepakatan kedua belah pihak;
    b.        kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
    c.        adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
    d.       pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
  2. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan.
  3. Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.

Pasal 53
Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha.

Pasal 54

  1. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat :
    a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
    b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
    c. jabatan atau jenis pekerjaan;
    d. tempat pekerjaan;
    e. besarnya upah dan cara pembayarannya;
    f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
    g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
    h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
    i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
  2. Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh ber-tentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
  3. Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja.

Pasal 55
Perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.

Pasal 56

  1. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
  2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas :
    a. jangka waktu; atau
    b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 57

  1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
  2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
  3. Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasal 58

  1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja.
  2. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Pasal 59

  1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
    a.pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
    b.pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
    c.pekerjaan yang bersifat musiman; atau
    d.pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
  2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
  3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
  4. Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
  5. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.
  6. Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
  7. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
  8. Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 60

  1. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan.
  2. Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

Pasal 61

  1. Perjanjian kerja berakhir apabila :
    a.pekerja meninggal dunia;
    b.berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;
    c.adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
    d.adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
  2. Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.
  3. Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak- hak pekerja/buruh.
  4. Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat mengakhiri per-janjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.
  5. Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak mendapatkan hak haknya se-suai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau hak hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pasal 62
Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Pasal 63

  1. Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
  2. Surat pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sekurang kurangnya memuat keterangan :
    a. nama dan alamat pekerja/buruh;
    b. tanggal mulai bekerja;
    c. jenis pekerjaan; dan
    d. besarnya upah.

Pasal 64
Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.

Pasal 65

  1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pem borongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis.
  2. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
    a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
    b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
    c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan
    d. tidak menghambat proses produksi secara langsung.
  3. Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum.
  4. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimak-sud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat- syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
  5. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
  6. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya.
  7. Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59.
  8. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan.
  9. Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (8), maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7).

Pasal 66

  1. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
  2. Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan lang-sung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut :
    a.adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh;
    b.perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak;
    c.perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan
    d.perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
  3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
  4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.

Rekan dan sahabat HRD Indonesia, setelah membaca pasal-pasal tersebut, semoga kita semakin paham, diantaranya ; Perjanjian kerja dibuat atas 4 dasar, ada perjanjian yang tertulis dan boleh tidak tertulis, berapa lama masa percobaan diperbolehkan oleh undang-undang, hubungan kerja seperti apa yang boleh dikenakan masa percobaan, hubungan kerja yang mana yang tidak boleh ada masa percobaan, dan sebagainya, dan sebagainya.

Mudah-mudahan tulisan ini membawa manfaat. Untuk Kepmen 100 tahun 2004 tentang KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU akan kita muat dalam tulisan-tulisan berikutnya. Terus pantau website HRD Forum, www.HRD-Forum.com, Terima Kasih.

6 thoughts on “Hubungan Kerja ; PKWT dan PKWTT

  1. halo..
    Pak, Bu.. saya ingin bertanya.
    sy baru masuk kerja 3 hari sejak tanda tangan kontrak. karna ini pertama kalinya sy dpt pekerjaan, sy lgsung menyetujui perjanjian kerja yg ditawarkan. setelah sy telaah dan mencari tahu apa itu PKWT dan PKWTT, sy jd bingung dgn perjanjian kerja saya. perjanjian kerja saya bertuliskan PKWTT tapi ada kontrak kerja selama 6 bulan. maksudnya seperti apa ya? apakah saya hanya bekerja 6 bulan lalu selesai atau 6 bulan bisa diperpanjang lagi? mohon pencerahannya Pak, Bu.. Trims..

    1. PKWTT = Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu atau sering disebut “Karyawan TETAP”
      PKWT = Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau sering disebut “Karyawan KONTRAK”

      Jika dalam perjanjian kerja disebutkan kontrak kerja 6 bulan, artinya itu adalah PKWT (Karyawan Kontrak).
      Setelah 6 bulan bisa diputus atau diperpanjang.

      Sebaiknya dibicarakan dengan HRD nya.

      Terima Kasih,

  2. Maaf..saya sudah bekerja 10th.. perjanjian kotrak per1thn.. mulai tahun 2014. Perjanjian kontrak menjadi per3bln.. terus tanpa jeda dan terus di kontak.. pekerjaan yang saya kerjakan adalah sama halnya yang di kerjakan karyawan tetap.. malah ada yang lebih penting dari pekerjaan yang rekan saya kerjakan.. dengan siasat pertiga kali surat kontrak.karyawan kontrak mesti membikin lamaran baru.. ataw di sodori perjanjian tanpa jeda tapi status masih karyawan kotrak.. dengan tidak di beri seragam mesti beli sepatu keaman bekas atau beli sendiri…

    1. Saya coba membantu jawab ya pak. Pertama, bapak harus melihat dulu diawal Perjanjian kerja, judul perjanjianya apakah PKWT atau PKWTT. Jika PKWT , coba baca pasal 59 ayat (4) di UU No.13 Tahun 2003, disitu dijelaskan bahwa PKWT diadakan paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 tahun. jika melebihi waktu tersebut coba dibicarakan dengan HRD anda. mungkin bisa ditambah oleh rekan rekan lainnya. Semoga Infonya bermanfaat, terimakasih 🙂

  3. Maap mau nnya saya sudah krja kurang lebih 6 tahun setatus saya karyawan harian / outorsosing tanpa putus hubungn krja itu saya sudah trmasuk apa yah …?
    Lalu normatip karyawan harian itu apa sajah yg saya daptkn ..?
    Contoh cuti
    Uang mkn
    Transpot

  4. mau tanya nih sama para senior HRD
    mau buat surat perjanjian kerja antara perusahaan kontruksi sama sopir dump truck
    isi kontrak kerjanya gimana ya?
    dan status sopir dump trucknya apa?
    karena perusahaan kita kerjanya kalau ada proyek saja
    terima kasih.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Open chat
Halo,
Ada yang bisa Kami Bantu?